ndah, adalah suatu pernyataan relatif.
Artinya tidak semua orang berpendapat sama tentang keindahan sesuatu
hal. Ada poin-poin pribadi yang melatari sebuah kecintaan. Hal yang
tidak menjadi persengketaan adalah masing-masing diri memiliki
kecenderungan hati untuk senantiasa mencintai keindahan.
Era kebebasan wanita yang terkadang (pastinya telah) disalah-gunakan pihak yang berkedok perjuangan sesat kesetaraan wanita, secara sengaja ataupun tidak telah membuka ‘kran’ fitnah. Fitnah yang bertopeng keindahan, berwujud kecenderungan bernama cinta.
Adalah hal yang sudah tidak jarang kita lihat, percakapan ikwan akhwat tanpa hijab, tanpa muhrim dan dibumbui dengan senda gurau yang “dipaksakan” . Bukanlah hal baru, beberapa tahun yang lalu, sebuah majalah dakwah mengungkap adanya fenomena “CBSA” (Cinta Bersemi Saat Aktif) yang menjalari para aktivis dakwah kampus. Menurut majalah itu, trisno jalaran soko kulino (cinta hadir karena terbiasa) lah penyebab “VMJ” (Virus Merah Jambu) tersebut.
Begitulah, memang adanya. Berawal dari niatan yang ikhlas, dakwah, menyelesaikan masalah umat, tetapi saat jiwa lengah, tiba-tiba berubah haluan menjadi pemuja berhala bernama cinta. Bermula dari pertemuan yang “terpaksa” karena tujuan mulia hingga menjadi terbiasa, dan puncaknya ketika tak berjumpa, hati merana, merasakan kehilangan, sendiripun menjadi hal yang tak biasa.
“Kesalahan” ini merupakan tanggungjawab bersama, tidak hanya menjadi PR bagi akhwat saja atau ikwan saja. Untuk “menyembuhkan” harus ada pihak yang merasa bersalah, mau “bertobat”, dan pihak yang menciptakan lingkungan kondusif (untuk menjaga hati). Tak bijak rasanya, bila menyalahkan interaksi antara keduanya. Karena semenjak diutusnya nabi Adam hingga nabi penghujung, Muhammad SAW, telah dikisahkan interaksi antara keduanya (ikhwan akhwat) , yang menandakan kebolehan adanya.
Dalam Al-quran dikisahkan interaksi antara nabi Musa muda dengan dua akhwat, putra Nabi Syu’aib. Nabi Musa bertanya tentang keperluan mereka dan mereka menjawab secara wajar, Nabi Musa pun akhirnya membentu mereka dengan sopan. Seperti yang dikisahkan dalam Al-Quran dalam Q.S Al-Qashas ayat 23 hingga 26.
Demikian pula kisah Maryam, Al-Quran mengkisahkan Nabi Zakaria masuk mihrab yang dihuni oleh Maryam, kemudian beliau berinteraksi dengannya.
“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Alloh menjadikan Zakaria pemeliharaannya. Setiap Zakaria masuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan disisinya. Zakaria berkata, ‘ Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?’ Maryam menjawab, ‘Makanan itu dari sisi Alloh.’Sesungguhnya ALloh memeberi rizki kepada siapa yang dikehendakiNya tanpa hisab .” (QS Ali Imron: 37).
Ummu Hani binti Abu Thalib berkata, “ AKu pergi menemui Rasululloh Saw pada tahun penaklukan kota Makkah, lalu aku ucapkan salam kepada beliau. Beliau menjawab, “Selamat datang Ummu Hani”. AKu berkata ,” Wahai Rosululloh , saudaraku Ali mengaku bahwa dia seang memburu laki-laki yang telah aku lindungi keselamatannya, yaitu Fulan bin Hubairah’. Rasululloh saw bersabda, “ Akulah yang akan melindungi orang yang kamu lindungi, wahai ummu Hani.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikianlah interaksi antara ikhwan akhwat, bukanlah hal yang tabu di kalangan pendahulu kita. Hanya saja, etika yang dimasanya mereka tegukkan kokoh yang telah (mungkin) kita hafal di luar kepala, kini cair hingga tak terbekas dalam amalan nyata . Hal tersebut adalah :
1. Menutup aurot
“… dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya. Kecuali yang (biasa) Nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya ..” (QS. AN-Nur : 31)
Tujuan disyariatkan menutup aurot, pada hakikatnya adalah kepentingan masing-maisng pribadi, yakni dalam rangka menjaga diri dari fitnah. Menutup aurot sempurna, bukan hanya ‘’sekedar’’ menutup aurat. Dalam menutup aurat, ada beberapa hal yang patut diperhatikan oleh muslimah.
2. Menjaga pandangan
“ Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya …” (QS.An-Nur : 31)
Dalam kitab Fat Al-Bary, disebutkan Fadhal bin Abbas-seorang pemuda yang tampan-melihat seorang perempuan dari kabilah Khats’am dan mengagumi kecantikannya. Lalu Nabi menoleh kepada Fadhal, sedangkan Fadhal masih melihat perempuan tersebut. Nabi mengulurkan tangannya untuk meraih dagu Fadhal dan memalingkan mukanya dari melihat perempuan tersebut.
Ibnu Bathal-salah seorang pensyarah kitab Shahih Al-Bukhari berkata,” Dalam riwayat tersebut terdapat perintah untuk menahan pandangan karena takut terjadi fitnah. Konsekuensinya, apabila aman dari fitnah maka melihat tidak dilarang”.
Sedangkan Al-Hafizh Ibnu Hajar menambahkan,” Hal ini dipertegas dengan kemungkinan bahwa Nabi saw tidak memalingkan wajah Fadhal seandainya dia tidak terus menerus melihat perempaun karena kagumnya sehingga dikhwatirkan dia terjebak ke dalam fitnah.”
3. Tidak mendayu-dayukan suara
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab :32)
Wanita dianugerahi Alloh dengan sifat kelembutan, meskipun tidak semua wanita feminim, (ada pula yang macho) tapi paling tidak mereka pada dasarnya punya sifat lemah lembut. Suaranya pun lebih merdu daripada pria, meskipun ada diantaranya yang bersuara baritone. Karena itu akhwat perlu berhati-hati dalam bersikap dan berbicara supaya tidak menimbulkan fitnah dan penyakit hati bagi yang mendengarkannya.
“Deuuu si akhiiii…, antum bisa aja deh…” ucap sang akhwat kepada seorang ikhwan sambil tertawa kecil terdengar sedikit manja.
“Gimana kabarnya akhiiii…sudah sembuh belum? Jangan lupa minum obat ya…” SMS dari seorang akhwat ke ikhwan mitra rohisnya.
“Kalu begitchu ..ngga usah ditunda lagi ya, otre deh..” SMS akhwat di inbox hpnya ikwan.
“Duh gimana ya…, ane bingung nih, banyak masalah begini… dan begitu,akh..” curhat seorang akhwat kepada ikhwan.
“Syukron ya akhi udah dimiscall buat tahajud”.GLEK !
Itulah sedikit contoh saja bagaimana sang akhwat yang tidak tegas atau bahkan bernada manja ketika berbicara kepada aikhwan. Ndak tahu tuh gimana perasaan sang ikhwan kalo mendengar akhwat berbicara seperti itu padanya.
Loh koq akhwat saja yang disalahin?
Jangan salah, Ikhwan juga harus jaga hijab!
“Katakanlah kepada orang laki-laki beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan mememlihara kemaluannya..”(QS An-Nur: 31)
Ternyata banyak kasus yang lain dimana sang ikhwan justru tidak menjaga hijab dan kadang memancing untuk bercanda dan berakrab ria. SMS atau telepon tidak penting, telpon berama-lama, bercanda haha hihi , curhat-curhatan, dsb. Atau mungkin tebar pesona, memberi perhatian atau pujian berlebihan kepada si akhwat sehingga si akhwat jadi keGRan. Lebih marak lagi, adalah dunia privasi yang terpubilkasi seperti jejaring sosial yang semakin mudah aksesnya. Saling berstatus dan berkoment yang kurang manfaat. Bahkan koment yang disertai denga imot icon gak penting jadi bumbu yang semakin membuat suasana “cair” komunikasi ikhwan akhwat yang harusnya terjaga dimanapun semakin terpublikasi. Jika etika pergaulan orang yang sudah “dianggap paham” saja seperti demikian. Bagaimana dengan yang lain?
“Ukhti jazakillah ya, ukhti baik sekali dech” ucap seorang ikhwan kepada akhwat.
“dek, apakabar, lagi ngapain?” tegur seorang ikhwan kepada akhwat.(negurnya tiap hari)
“Ukh ana boleh curhat ga, soalnya anti enak banget buat curhat, boleh ya” telepon seorang ikhwan ke teman akhwatnya.
Atau coment-coment ‘aneh” diantara jejaring sosial !
“ semangat ya ukh :D” coment salah satu ikhwan.
“ colek akh X,Y, Z ,.. jangan lupa traktirannya ya J “ celoteh si akhwat dalam sebuah koment .
Meskipun sudah sering beraktivitas bersama, namun ikhwan akhwat tetaplah bukan sepasang suami istri yang bisa mengakrabkan diri dengan bebasnya. Curhat berduaan akan menimbulkan kedekatan, lalu ikatan hati, kemudian dapat menimbulkan permainan hati yang bisa mengganggu tribulasi dakwah. Apalagi yang dicurhatkan tidak ada sangkut pautnya dengan agenda dakwah. Kerena itu kalau sedang diskusi, syuro, rapat, atau dalam pembicaraan lainnya hendaklah tetap “dijaga hijabnya” . Saling mengingatkan jika arah pembicaraan menjadi gak penting atau keluar agenda atau bahkan menjurus pada kemaksiatan. Misal mengingatkan jika dalam pembicaraan itu banyak bercanda. Meskipun ada banyak orang dalam sebuah forum, kalau disitu ada ikhwan akhwat, bercanda bisa menjadi sarana syaitan menggoda hati. Kalau ada yang mengingatkan supaya tidak banyak bercanda masak dianggap galak? Bukankah banyak bercanda itu mematikan hati dan kewajiban sebagai sarana muslim adalah mengingatkan !
Bagi antum para akhwat, jagalah kata-katamu jangan sampai mendayu-dayu. Pilih kata-kata yang tepat dan berusaha tegas dalam berbicara. Tegas maksud disini tidak “dilembekkan”, tidak bernada manja. Bukan galak lho! (meskipun ada yang bilang galak). Proporsionallah, bicar` yang penting-penting,. Bukankah interaksi antara laki-laki dan perempuan salah satu syaratnya adalah ada keseriusan agenda atau kepentingan? Jadi kalo niatnya mau telpon urusan agenda dakwah ya jangan terus berlanjut dengan curhat-curhatan gitu. Kadang karena si ikhwan gak peka si akhwat dengan tegasnya langsung nyekak “Afwan Pak, sudah malam, ada hal lain yang urgent yang perlu disampaikan ?” Atau ketika ada ikhwan yang telepon atau menegur hanya sekedar kabar kabari ga da hal yang penting, salahkah akhwat jika mengatakan, “Afwan, ada yang bisa saya bantu? Kalu gak ada saya lagi ada keperluan?”
Untuk menjaga hijab, biasanya akhwat memanggil para ikwan dengan panggilan ‘Pak’ tidak peduli berapapun usia para ikhwan itu. Para akhwat biasanya merasa lebih save menggunakan panggilan ‘Pak’ daripada ‘akhi’ atau ‘mas’, biar bisa menjaga hati di kedua belah pihak. Meskipun kadang ada ikwan-ikhwan yang gak suka dipanggil dengan panggilan ‘Pak’ karena mereka merasa belum tua, akhirnya balas memanggil akhwat dengan panggilan ‘Bu’. Padahal panggilan ini juga rawan menimbulkan penyakit hati! PERLU DIPAHAMI! Meskipun sudah sering beraktivitas bersama, namun ikhwan akhwat tetaplah bukan sepasang suami istri yang bisa mengakrabkan diri dengan bebasnya. Biasanya para akhwat akan merasa nggak enak dan nggak nyaman di panggil ‘dhek’ oleh ikhwan yang bukan apa-apanya karena kwatir bisa menimbulkan penyakit hati akibat keakraban itu, namanya syaitan pasti akan senantiasa menggoda manusia.
Pernah kejadian, di akhir sebuah syuro seorang ikhwan menegur para akhwat yang hadir disitu dengan secarik kertas. “ Afwan ukhti, lain kali, tolong akhwat kalau bercanda jangan keras-keras sampai terdengar di ikhwannya.”
Itu hanya sekedar contoh saja usaha ikhwan dan akhwat dalam menjaga adab pergaulan mereka, menjaga hijab di antara mereka. Tapi kadang ada yang salah paham menganggapnya terlalu keras atau galak. Masing-masing orang mungkin punya cara sendiri-sendiri, yang penting bagaimana bisa menjaga hati kedua belah pihak. Mungkin bisa jadi kita bisa menjaga hati kita, tapi hati orang lain siapa yang tahu.
4. Pelanggaran jam malam
Sarana dan fasilitas memang Alloh ciptakan untuk kita dalam beraktifitas. Termasuk adanya sarana telepon dan sms. Di era sekarang ini, dalam interaksi ikhwan-akhwat seringkali terjadi adanya pola komunikasi lewat telp ,sms komunikasi dunia maya tanpa mengenal balas waktu.Sudah jadi pemahaman bersama selama ini dalam dunia dakwah kampus bahwa jam malam akhwat itu yaitu 21.00-05.00. Namun, beberapa kali masih terjadi pola komunikasi di luar jam-jam itu. Terutama pola komunikasi yang dilakukan via sms. Atau komen-komenan di facebook. Ada kasus, akhwat hubungi ikhwan pukul 2 malam atau sebaliknya. Kalau memang hal itu untuk kepentingan mendesak sekali( dalam arti jika tidak dilakukan saat itu maka akan menimbulkan mudharat yang lebih besar) mungkin masih bisa dimaklumi, namun seringkali sms-sms atau komen-komen di dunia maya sekaliber jejaring sosial twitter, facebook ataupun yang semacamnya itu hanya untuk keperluan biasa sebetulnya bisa dilakukan besok paginya.
5. Keseriusan agenda interaksi
Islam tidak menghendaki adanya interaksi yang hanay sekedar iseng atau berada dalam kesia-siaan, tanpa kejelasan agenda. Tidak dikehendaki pula dimana syarat keseriusan agenda sudah terpenuhi tetapi terbuka peluang untuk agenda-agenda yang tidak teragendakan, dimana agenda ini jauh dari keseriusan bahkan membuka pintu-pintu fitnah.
6. Menghindari jabat tangan dalam situasi umum
Dari Ma’qil bin Yassar, Rasululloh saw bersabda, “Ditusuk di kepala salah seorang diantara kamu dengan jarum besi lebih baik daripada memegang-megang perempuan yang tidak halal baginya .” (HR. Thabrani)
7. Memisahkan laki-laki dan perempuan serta tidak berdesak-desakan
Hal ini perlu dijaga waktu melakukan aksi atau berada dalam kendaraan lain yang secara tidak sengaja bersamaan.
8. Menghindari Khalwat (berdua-duaan antara seorang perempuan dan seorang laki-laki di tempat yang sepi )
9. Meminta izin suami jika menemui perempuan yang suaminya sedang berpergian ( bagi yang sudah berkeluarga )
“… dan dia (istri) tidak boleh mengijinkan orang lain masuk ke dalam rumahnya kecuali dengan ijin (suami)nya…”.(HR. Bukhori)
Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari rasa kecemburuan suami yang mengetahui istrinya berbincang dengan laki-laki, sementara dia ada di rumah dan tidak meminta izin terlebih dahulu.
Sebagaimana sahabat Amr bin Ash saat datang ke rumah Ali bin Abi Thalib untuk suatu keperluan , tetapi Ali tidak ada dirumah. Ia bolak-balik hingga dua sampai tiga kali, namun Ali tetap tidka di rumah datang dan berkata kepadanya, “Jika kamu memilki keperluan kepadanya (istri Ali), apakah kami tidak dapat masuk memenuhinya?” Amr menjawab, “Kami dilarang menemui para istri kecuali seizin suaminya.” (HR. Muslim)
10. Menjauhi perbuatan dosa
Hendaknya kaum laki-laki dan perempuan beriman menjauhi perbuatan dosa dalam berinteraksi. Perbuatan ini dapat terjadi dalam tujuan pembicaraan, materi pembicaraan, cara dan gaya bicara dsb.
“Dan tinggalkanlah dos yang Nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan.” (QS. Al-An’am:120)
Diantara dosa yang tampak adalah meninggalkan etika syar’i dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Sedangkan dosa yang tak tampak adalah berkembangnya perasaan senang terhadap sesuatu yang haram dan berharap mendapatkan lebih banyak lagi.
Menjadi pribadi yang terjaga dari dalam kandungan hingga kelak yaumil akhir, adalah sebuah impian yang mulia. Setidaknya, ketika setitik noda yang melekat, serta merta kita menjadi hamba yang tersadar dari kelalaian, kemudian sedemikian rupa berusaha berlepas dengan sungguuh-sungguh, mengokohkan diri menjadi muslim yang sebenarnya .
Sangat disayangkan memang, ketika hal-hal yang diremehkan (cairnya hubungan antara ikhwan akhwat) tetapi bagi sebagian kaum berilmu merupakan hal yang mampu menghancurkan iman secara perlahan, bahkan bisa jadi ‘tingkah laku yang terlihat remeh inilah sebenarnya yang menghambat kerja-kerja dakwah kita memperlambat kemenangan dakwah yang kita emban. Telah menjadi sebuah diskusi umum ataukah nasihat bijak dari saudara terkasih, hanyalah sebuah tiupan angin sejuk, selintas lalu tapi tidak membekas dalam jiwa.
Wahai ikhwahfillah! Bangkit dan ubahlah hari ini menjadi hari paling bersejarah dalam kehidupanmu. Mulakanlah dari dirimu, bila engkau tak mampu membawa serta saudara (ikhwah)mu kembali kejalanNya yang lurus. Sesungguhnya hanyalah kuasa Robb kita.
Jadikanlah hari kemarin adalah masa lalu yang patut engkau sesali, tinggalkan dan berazzamlah untuk tidak mengulang kembali.
Wahai ikhwahfillah, ihkwan solih dan akhwat sholihah..menjadilah indah, tetapi jadikanlah keindahan itu hanya milik suamimu/istrimu semata. Muliakanlah dirimu sengan senantiasa meminta jiwamu untuk mengihkhlaskan diri menjadi muslim/muslimah sejati. Sebagai seorang muslimah, maka jadilah muslimah yang bidadaripun kan cemburu kepadamu.
“ ..karena sholat mereka, pusa mereka, ibadah mereka kepda Alloh. Alloh meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuningan. Sanggulnya mutiara, dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, “ Kami hidup abadi dan tidak mati. Kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali. Kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali. Kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya ..” (HR .Thabrani)
Nb:
…ikhwan wa akhwatfillah…
Tulisan ini ditulis dengan semangat saling menjaga dan mengingatkan . Melihat semakin banyaknya media yang mudah sekali mendekatkan kita terhadap hal-hal yang menjauhkan kita dari padaNya. Mungkin terlihat remeh hanya sekedar interaksi ikhwan akhwat! Namun, hal-hal remeh inilah yang akan menjadi bukit ‘keremehan’. Layaknya kebaikan. Kebaikan yang istiqomah akan menjadi bukit amal yang besar buat kita. Apalagi dosa kecil terlihat tidak sengaja namun bisa menjadi bukit amal keburukan kelak. Naudzubillah. Maka disinilah kita saling mengingatkan agar menjadi manusia yang beruntung Insya Alloh. Dengan pemahaman yang kita punya maka tidak perlu aturan kode etik ikhwan akhwat dibuat (gak penting.red), karena itu telah hadir dalam bentuk kesadaran. Maka tanpa ada aturan pun kita akan melakukannya.
Era kebebasan wanita yang terkadang (pastinya telah) disalah-gunakan pihak yang berkedok perjuangan sesat kesetaraan wanita, secara sengaja ataupun tidak telah membuka ‘kran’ fitnah. Fitnah yang bertopeng keindahan, berwujud kecenderungan bernama cinta.
Adalah hal yang sudah tidak jarang kita lihat, percakapan ikwan akhwat tanpa hijab, tanpa muhrim dan dibumbui dengan senda gurau yang “dipaksakan” . Bukanlah hal baru, beberapa tahun yang lalu, sebuah majalah dakwah mengungkap adanya fenomena “CBSA” (Cinta Bersemi Saat Aktif) yang menjalari para aktivis dakwah kampus. Menurut majalah itu, trisno jalaran soko kulino (cinta hadir karena terbiasa) lah penyebab “VMJ” (Virus Merah Jambu) tersebut.
Begitulah, memang adanya. Berawal dari niatan yang ikhlas, dakwah, menyelesaikan masalah umat, tetapi saat jiwa lengah, tiba-tiba berubah haluan menjadi pemuja berhala bernama cinta. Bermula dari pertemuan yang “terpaksa” karena tujuan mulia hingga menjadi terbiasa, dan puncaknya ketika tak berjumpa, hati merana, merasakan kehilangan, sendiripun menjadi hal yang tak biasa.
“Kesalahan” ini merupakan tanggungjawab bersama, tidak hanya menjadi PR bagi akhwat saja atau ikwan saja. Untuk “menyembuhkan” harus ada pihak yang merasa bersalah, mau “bertobat”, dan pihak yang menciptakan lingkungan kondusif (untuk menjaga hati). Tak bijak rasanya, bila menyalahkan interaksi antara keduanya. Karena semenjak diutusnya nabi Adam hingga nabi penghujung, Muhammad SAW, telah dikisahkan interaksi antara keduanya (ikhwan akhwat) , yang menandakan kebolehan adanya.
Dalam Al-quran dikisahkan interaksi antara nabi Musa muda dengan dua akhwat, putra Nabi Syu’aib. Nabi Musa bertanya tentang keperluan mereka dan mereka menjawab secara wajar, Nabi Musa pun akhirnya membentu mereka dengan sopan. Seperti yang dikisahkan dalam Al-Quran dalam Q.S Al-Qashas ayat 23 hingga 26.
Demikian pula kisah Maryam, Al-Quran mengkisahkan Nabi Zakaria masuk mihrab yang dihuni oleh Maryam, kemudian beliau berinteraksi dengannya.
“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Alloh menjadikan Zakaria pemeliharaannya. Setiap Zakaria masuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan disisinya. Zakaria berkata, ‘ Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?’ Maryam menjawab, ‘Makanan itu dari sisi Alloh.’Sesungguhnya ALloh memeberi rizki kepada siapa yang dikehendakiNya tanpa hisab .” (QS Ali Imron: 37).
Ummu Hani binti Abu Thalib berkata, “ AKu pergi menemui Rasululloh Saw pada tahun penaklukan kota Makkah, lalu aku ucapkan salam kepada beliau. Beliau menjawab, “Selamat datang Ummu Hani”. AKu berkata ,” Wahai Rosululloh , saudaraku Ali mengaku bahwa dia seang memburu laki-laki yang telah aku lindungi keselamatannya, yaitu Fulan bin Hubairah’. Rasululloh saw bersabda, “ Akulah yang akan melindungi orang yang kamu lindungi, wahai ummu Hani.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikianlah interaksi antara ikhwan akhwat, bukanlah hal yang tabu di kalangan pendahulu kita. Hanya saja, etika yang dimasanya mereka tegukkan kokoh yang telah (mungkin) kita hafal di luar kepala, kini cair hingga tak terbekas dalam amalan nyata . Hal tersebut adalah :
1. Menutup aurot
“… dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya. Kecuali yang (biasa) Nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya ..” (QS. AN-Nur : 31)
Tujuan disyariatkan menutup aurot, pada hakikatnya adalah kepentingan masing-maisng pribadi, yakni dalam rangka menjaga diri dari fitnah. Menutup aurot sempurna, bukan hanya ‘’sekedar’’ menutup aurat. Dalam menutup aurat, ada beberapa hal yang patut diperhatikan oleh muslimah.
2. Menjaga pandangan
“ Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya …” (QS.An-Nur : 31)
Dalam kitab Fat Al-Bary, disebutkan Fadhal bin Abbas-seorang pemuda yang tampan-melihat seorang perempuan dari kabilah Khats’am dan mengagumi kecantikannya. Lalu Nabi menoleh kepada Fadhal, sedangkan Fadhal masih melihat perempuan tersebut. Nabi mengulurkan tangannya untuk meraih dagu Fadhal dan memalingkan mukanya dari melihat perempuan tersebut.
Ibnu Bathal-salah seorang pensyarah kitab Shahih Al-Bukhari berkata,” Dalam riwayat tersebut terdapat perintah untuk menahan pandangan karena takut terjadi fitnah. Konsekuensinya, apabila aman dari fitnah maka melihat tidak dilarang”.
Sedangkan Al-Hafizh Ibnu Hajar menambahkan,” Hal ini dipertegas dengan kemungkinan bahwa Nabi saw tidak memalingkan wajah Fadhal seandainya dia tidak terus menerus melihat perempaun karena kagumnya sehingga dikhwatirkan dia terjebak ke dalam fitnah.”
3. Tidak mendayu-dayukan suara
“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al-Ahzab :32)
Wanita dianugerahi Alloh dengan sifat kelembutan, meskipun tidak semua wanita feminim, (ada pula yang macho) tapi paling tidak mereka pada dasarnya punya sifat lemah lembut. Suaranya pun lebih merdu daripada pria, meskipun ada diantaranya yang bersuara baritone. Karena itu akhwat perlu berhati-hati dalam bersikap dan berbicara supaya tidak menimbulkan fitnah dan penyakit hati bagi yang mendengarkannya.
“Deuuu si akhiiii…, antum bisa aja deh…” ucap sang akhwat kepada seorang ikhwan sambil tertawa kecil terdengar sedikit manja.
“Gimana kabarnya akhiiii…sudah sembuh belum? Jangan lupa minum obat ya…” SMS dari seorang akhwat ke ikhwan mitra rohisnya.
“Kalu begitchu ..ngga usah ditunda lagi ya, otre deh..” SMS akhwat di inbox hpnya ikwan.
“Duh gimana ya…, ane bingung nih, banyak masalah begini… dan begitu,akh..” curhat seorang akhwat kepada ikhwan.
“Syukron ya akhi udah dimiscall buat tahajud”.GLEK !
Itulah sedikit contoh saja bagaimana sang akhwat yang tidak tegas atau bahkan bernada manja ketika berbicara kepada aikhwan. Ndak tahu tuh gimana perasaan sang ikhwan kalo mendengar akhwat berbicara seperti itu padanya.
Loh koq akhwat saja yang disalahin?
Jangan salah, Ikhwan juga harus jaga hijab!
“Katakanlah kepada orang laki-laki beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan mememlihara kemaluannya..”(QS An-Nur: 31)
Ternyata banyak kasus yang lain dimana sang ikhwan justru tidak menjaga hijab dan kadang memancing untuk bercanda dan berakrab ria. SMS atau telepon tidak penting, telpon berama-lama, bercanda haha hihi , curhat-curhatan, dsb. Atau mungkin tebar pesona, memberi perhatian atau pujian berlebihan kepada si akhwat sehingga si akhwat jadi keGRan. Lebih marak lagi, adalah dunia privasi yang terpubilkasi seperti jejaring sosial yang semakin mudah aksesnya. Saling berstatus dan berkoment yang kurang manfaat. Bahkan koment yang disertai denga imot icon gak penting jadi bumbu yang semakin membuat suasana “cair” komunikasi ikhwan akhwat yang harusnya terjaga dimanapun semakin terpublikasi. Jika etika pergaulan orang yang sudah “dianggap paham” saja seperti demikian. Bagaimana dengan yang lain?
“Ukhti jazakillah ya, ukhti baik sekali dech” ucap seorang ikhwan kepada akhwat.
“dek, apakabar, lagi ngapain?” tegur seorang ikhwan kepada akhwat.(negurnya tiap hari)
“Ukh ana boleh curhat ga, soalnya anti enak banget buat curhat, boleh ya” telepon seorang ikhwan ke teman akhwatnya.
Atau coment-coment ‘aneh” diantara jejaring sosial !
“ semangat ya ukh :D” coment salah satu ikhwan.
“ colek akh X,Y, Z ,.. jangan lupa traktirannya ya J “ celoteh si akhwat dalam sebuah koment .
Meskipun sudah sering beraktivitas bersama, namun ikhwan akhwat tetaplah bukan sepasang suami istri yang bisa mengakrabkan diri dengan bebasnya. Curhat berduaan akan menimbulkan kedekatan, lalu ikatan hati, kemudian dapat menimbulkan permainan hati yang bisa mengganggu tribulasi dakwah. Apalagi yang dicurhatkan tidak ada sangkut pautnya dengan agenda dakwah. Kerena itu kalau sedang diskusi, syuro, rapat, atau dalam pembicaraan lainnya hendaklah tetap “dijaga hijabnya” . Saling mengingatkan jika arah pembicaraan menjadi gak penting atau keluar agenda atau bahkan menjurus pada kemaksiatan. Misal mengingatkan jika dalam pembicaraan itu banyak bercanda. Meskipun ada banyak orang dalam sebuah forum, kalau disitu ada ikhwan akhwat, bercanda bisa menjadi sarana syaitan menggoda hati. Kalau ada yang mengingatkan supaya tidak banyak bercanda masak dianggap galak? Bukankah banyak bercanda itu mematikan hati dan kewajiban sebagai sarana muslim adalah mengingatkan !
Bagi antum para akhwat, jagalah kata-katamu jangan sampai mendayu-dayu. Pilih kata-kata yang tepat dan berusaha tegas dalam berbicara. Tegas maksud disini tidak “dilembekkan”, tidak bernada manja. Bukan galak lho! (meskipun ada yang bilang galak). Proporsionallah, bicar` yang penting-penting,. Bukankah interaksi antara laki-laki dan perempuan salah satu syaratnya adalah ada keseriusan agenda atau kepentingan? Jadi kalo niatnya mau telpon urusan agenda dakwah ya jangan terus berlanjut dengan curhat-curhatan gitu. Kadang karena si ikhwan gak peka si akhwat dengan tegasnya langsung nyekak “Afwan Pak, sudah malam, ada hal lain yang urgent yang perlu disampaikan ?” Atau ketika ada ikhwan yang telepon atau menegur hanya sekedar kabar kabari ga da hal yang penting, salahkah akhwat jika mengatakan, “Afwan, ada yang bisa saya bantu? Kalu gak ada saya lagi ada keperluan?”
Untuk menjaga hijab, biasanya akhwat memanggil para ikwan dengan panggilan ‘Pak’ tidak peduli berapapun usia para ikhwan itu. Para akhwat biasanya merasa lebih save menggunakan panggilan ‘Pak’ daripada ‘akhi’ atau ‘mas’, biar bisa menjaga hati di kedua belah pihak. Meskipun kadang ada ikwan-ikhwan yang gak suka dipanggil dengan panggilan ‘Pak’ karena mereka merasa belum tua, akhirnya balas memanggil akhwat dengan panggilan ‘Bu’. Padahal panggilan ini juga rawan menimbulkan penyakit hati! PERLU DIPAHAMI! Meskipun sudah sering beraktivitas bersama, namun ikhwan akhwat tetaplah bukan sepasang suami istri yang bisa mengakrabkan diri dengan bebasnya. Biasanya para akhwat akan merasa nggak enak dan nggak nyaman di panggil ‘dhek’ oleh ikhwan yang bukan apa-apanya karena kwatir bisa menimbulkan penyakit hati akibat keakraban itu, namanya syaitan pasti akan senantiasa menggoda manusia.
Pernah kejadian, di akhir sebuah syuro seorang ikhwan menegur para akhwat yang hadir disitu dengan secarik kertas. “ Afwan ukhti, lain kali, tolong akhwat kalau bercanda jangan keras-keras sampai terdengar di ikhwannya.”
Itu hanya sekedar contoh saja usaha ikhwan dan akhwat dalam menjaga adab pergaulan mereka, menjaga hijab di antara mereka. Tapi kadang ada yang salah paham menganggapnya terlalu keras atau galak. Masing-masing orang mungkin punya cara sendiri-sendiri, yang penting bagaimana bisa menjaga hati kedua belah pihak. Mungkin bisa jadi kita bisa menjaga hati kita, tapi hati orang lain siapa yang tahu.
4. Pelanggaran jam malam
Sarana dan fasilitas memang Alloh ciptakan untuk kita dalam beraktifitas. Termasuk adanya sarana telepon dan sms. Di era sekarang ini, dalam interaksi ikhwan-akhwat seringkali terjadi adanya pola komunikasi lewat telp ,sms komunikasi dunia maya tanpa mengenal balas waktu.Sudah jadi pemahaman bersama selama ini dalam dunia dakwah kampus bahwa jam malam akhwat itu yaitu 21.00-05.00. Namun, beberapa kali masih terjadi pola komunikasi di luar jam-jam itu. Terutama pola komunikasi yang dilakukan via sms. Atau komen-komenan di facebook. Ada kasus, akhwat hubungi ikhwan pukul 2 malam atau sebaliknya. Kalau memang hal itu untuk kepentingan mendesak sekali( dalam arti jika tidak dilakukan saat itu maka akan menimbulkan mudharat yang lebih besar) mungkin masih bisa dimaklumi, namun seringkali sms-sms atau komen-komen di dunia maya sekaliber jejaring sosial twitter, facebook ataupun yang semacamnya itu hanya untuk keperluan biasa sebetulnya bisa dilakukan besok paginya.
5. Keseriusan agenda interaksi
Islam tidak menghendaki adanya interaksi yang hanay sekedar iseng atau berada dalam kesia-siaan, tanpa kejelasan agenda. Tidak dikehendaki pula dimana syarat keseriusan agenda sudah terpenuhi tetapi terbuka peluang untuk agenda-agenda yang tidak teragendakan, dimana agenda ini jauh dari keseriusan bahkan membuka pintu-pintu fitnah.
6. Menghindari jabat tangan dalam situasi umum
Dari Ma’qil bin Yassar, Rasululloh saw bersabda, “Ditusuk di kepala salah seorang diantara kamu dengan jarum besi lebih baik daripada memegang-megang perempuan yang tidak halal baginya .” (HR. Thabrani)
7. Memisahkan laki-laki dan perempuan serta tidak berdesak-desakan
Hal ini perlu dijaga waktu melakukan aksi atau berada dalam kendaraan lain yang secara tidak sengaja bersamaan.
8. Menghindari Khalwat (berdua-duaan antara seorang perempuan dan seorang laki-laki di tempat yang sepi )
9. Meminta izin suami jika menemui perempuan yang suaminya sedang berpergian ( bagi yang sudah berkeluarga )
“… dan dia (istri) tidak boleh mengijinkan orang lain masuk ke dalam rumahnya kecuali dengan ijin (suami)nya…”.(HR. Bukhori)
Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari rasa kecemburuan suami yang mengetahui istrinya berbincang dengan laki-laki, sementara dia ada di rumah dan tidak meminta izin terlebih dahulu.
Sebagaimana sahabat Amr bin Ash saat datang ke rumah Ali bin Abi Thalib untuk suatu keperluan , tetapi Ali tidak ada dirumah. Ia bolak-balik hingga dua sampai tiga kali, namun Ali tetap tidka di rumah datang dan berkata kepadanya, “Jika kamu memilki keperluan kepadanya (istri Ali), apakah kami tidak dapat masuk memenuhinya?” Amr menjawab, “Kami dilarang menemui para istri kecuali seizin suaminya.” (HR. Muslim)
10. Menjauhi perbuatan dosa
Hendaknya kaum laki-laki dan perempuan beriman menjauhi perbuatan dosa dalam berinteraksi. Perbuatan ini dapat terjadi dalam tujuan pembicaraan, materi pembicaraan, cara dan gaya bicara dsb.
“Dan tinggalkanlah dos yang Nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan.” (QS. Al-An’am:120)
Diantara dosa yang tampak adalah meninggalkan etika syar’i dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Sedangkan dosa yang tak tampak adalah berkembangnya perasaan senang terhadap sesuatu yang haram dan berharap mendapatkan lebih banyak lagi.
Menjadi pribadi yang terjaga dari dalam kandungan hingga kelak yaumil akhir, adalah sebuah impian yang mulia. Setidaknya, ketika setitik noda yang melekat, serta merta kita menjadi hamba yang tersadar dari kelalaian, kemudian sedemikian rupa berusaha berlepas dengan sungguuh-sungguh, mengokohkan diri menjadi muslim yang sebenarnya .
Sangat disayangkan memang, ketika hal-hal yang diremehkan (cairnya hubungan antara ikhwan akhwat) tetapi bagi sebagian kaum berilmu merupakan hal yang mampu menghancurkan iman secara perlahan, bahkan bisa jadi ‘tingkah laku yang terlihat remeh inilah sebenarnya yang menghambat kerja-kerja dakwah kita memperlambat kemenangan dakwah yang kita emban. Telah menjadi sebuah diskusi umum ataukah nasihat bijak dari saudara terkasih, hanyalah sebuah tiupan angin sejuk, selintas lalu tapi tidak membekas dalam jiwa.
Wahai ikhwahfillah! Bangkit dan ubahlah hari ini menjadi hari paling bersejarah dalam kehidupanmu. Mulakanlah dari dirimu, bila engkau tak mampu membawa serta saudara (ikhwah)mu kembali kejalanNya yang lurus. Sesungguhnya hanyalah kuasa Robb kita.
Jadikanlah hari kemarin adalah masa lalu yang patut engkau sesali, tinggalkan dan berazzamlah untuk tidak mengulang kembali.
Wahai ikhwahfillah, ihkwan solih dan akhwat sholihah..menjadilah indah, tetapi jadikanlah keindahan itu hanya milik suamimu/istrimu semata. Muliakanlah dirimu sengan senantiasa meminta jiwamu untuk mengihkhlaskan diri menjadi muslim/muslimah sejati. Sebagai seorang muslimah, maka jadilah muslimah yang bidadaripun kan cemburu kepadamu.
“ ..karena sholat mereka, pusa mereka, ibadah mereka kepda Alloh. Alloh meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuningan. Sanggulnya mutiara, dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, “ Kami hidup abadi dan tidak mati. Kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali. Kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali. Kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya ..” (HR .Thabrani)
Nb:
…ikhwan wa akhwatfillah…
Tulisan ini ditulis dengan semangat saling menjaga dan mengingatkan . Melihat semakin banyaknya media yang mudah sekali mendekatkan kita terhadap hal-hal yang menjauhkan kita dari padaNya. Mungkin terlihat remeh hanya sekedar interaksi ikhwan akhwat! Namun, hal-hal remeh inilah yang akan menjadi bukit ‘keremehan’. Layaknya kebaikan. Kebaikan yang istiqomah akan menjadi bukit amal yang besar buat kita. Apalagi dosa kecil terlihat tidak sengaja namun bisa menjadi bukit amal keburukan kelak. Naudzubillah. Maka disinilah kita saling mengingatkan agar menjadi manusia yang beruntung Insya Alloh. Dengan pemahaman yang kita punya maka tidak perlu aturan kode etik ikhwan akhwat dibuat (gak penting.red), karena itu telah hadir dalam bentuk kesadaran. Maka tanpa ada aturan pun kita akan melakukannya.